Negeri ini dalam kondisi bencana nasional virus corona. Kegiatan sekolah berhenti selama berbulan-bulan, bekerja dari rumah, jam operasional sarana transportasi publik dibatasi, dan lain sebagainya.
Segala langkah itu dilakukan untuk mempersempit ruang gerak persebaran virus corona baru atau COVID-19. Ada satu kondisi yang terbilang unik dari wabah virus corona ini. Tak ada anak yang menjadi korban virus corona. Padahal kalau flu, anak-anak dan orang tua mumnya mengalami kondisi paling parah.
Sebuah studi terhadap 44.672 pasien yang terinfeksi virus corona menunjukkan jumlah anak-anak tak sampai satu persen. Dan nol persen untuk 1.023 kematian yang terjadi. "Jelas kalau penyakit ini (virus corona) tidak seperti flu," ujar Akiko Iwasaki di Yale University, Amerika Serikat.
Anak-anak memiliki peluang lebih tinggi untuk pulih dari virus corona. Tren serupa juga terlihat saat wabah SARS atau MERS merebak. Apa yang sebenarnya terjadi di tubuh anak sehingga virus corona tak 'mempan'?
"Belum ada yang punya jawabannya," kata Iwasaki. Meski begitu, dia dan peneliti lain menduganya kondisi ini terkait dengan keunikan sistem imunitas tubuh anak dalam merespons virus-virus tersebut.
Dalam kasus infeksi COVID-19, SARS, maupun MERS pada orang dewasa, ada kondisi komplikasi yang disebut acute respiratory distress syndrome. Dalam kondisi ini, sistem pertahanan tubuh memberikan reaksi berlebihan dalam merespons virus-virus tadi dan justru mengakibatkan kerusakan paru-paru.
Kondisi ini berbeda dengan sistem imunitas tubuh anak-anak yang masih berkembang. Mereka terhindar dari respons imun yang berbahaya tadi. Saat wabah SARS, dua studi menemukan anak-anak memproduksi zat sitokin -penyebab peradangan, dalam jumlah yang rendah, sehingga melindungi paru-paru anak dari kerusakan serius saat terinfeksi COVID-19 atau penyakit serupa.
Chris van Tulleken dari University College London mengatakan, reaksi tersebut menyebabkan paru-paru banjir air dan sel-sel imun. Lantaran mereka hidup lebih lama, maka orang dewasa cenderung lebih sering menghadapi infeksi virus corona sepanjang hidupnya, seperti yang menyebabkan batuk atau flu.
Dugaan lainnya, antibodi-antibodi yang sudah ada membuat kondisi orang dewasa memburuk, karena antibodi itu tidak pas untuk virus corona yang baru. "Kadang antibodi yang tidak sesuai seperti itu malah merugikan dan membahayakan," kata Wendy Barclay dari Imperial College London.
Sejauh ini, anak-anak memang tidak mengalami kondisi yang parah kalaupun terpapar virus corona. Tapi perlu diingat kalau mereka juga bisa berperan dalam penyebaran wabah virus corona jika tidak ditangani dengan baik. "Maka tindakan mencegah penularan dengan menutup sekolah-sekolah sudah tepat," katanya.
Kesimpulan :
Virus corona atau COVID 19 dapat menyerang semua kalangan dari berbagai usia dan jenis kelamin apapun. Tidaklah benar bahwa virus corona tidak dapat menyerang anak-anak. Namun sejauh ini memang angka kejadian infeksi corona lebih banyak menyerang orang dewasa dan lansia dibanding anak-anak.
Pada orang lansia gejala yang muncul bisa lebih bervariasi dan lebih parah dibanding dengan orang-orang yang berusia lebih muda, semuanya berkaitan dengan daya tahan tubuh dan penyakit penyerta seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dll.
Gejala infeksi corona menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan atas seperti demam tinggi, batuk, pilek, dan sesak napas, namun disertai dengan adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi corona atau ada riwayat bepergian dari tempat-tempat yang sudah terjangkit virus corona.
Tetap jaga kesehatan dan patuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah.
Beri Komentar Tutup comment