43 tahun masa abdi, 43 tahun masa-masa terindah yang pernah kau emban sebagai pendidik. Saat-saat dimana kasih seorang ibu dan kasih dari seorang guru telah memberikan semangat, cinta kasih serta sumbangsih bagi dunia pendidikan di Indonesia khususnya Surabaya.
Assalamu'alaikum sahabat pendidik,
Shofiyah Thohir namanya, sebuah nama yang mungkin terdengar asing dan mungkin bagi mereka yang belum mengenalnya tidak akan peduli siapa dan bagaimana kiprah beliau di dunia pendidikan. Tetapi aku tak peduli apa kata mereka tentangnya, aku tak peduli bagaimana pandangan mereka tentangnya dan aku sama sekali tak peduli apa penilaian mereka tentangnya. Hanya satu hal yang aku tahu dia adalah guru kami, dia adalah ibu kami dan dia adalah senior kami yang selalu mengajar, membimbing dan mendidik kami dengan keikhlasan, ketulusan serta kecintaan yang tak terukur. Jika kata guru bangsa dapat di patrikan padanya maka tentu saja akulah orang pertama yang akan melakukannya. Bukan cinta yang dia sematkan pada kami bukan pula keikhlasan yang ditanamkan pada kami tetapi karena kesabaran yang tiada terukurlah yang membuat kami selalu berusaha untuk menjadi baik dari yang terbaik.
Kemajuan sebuah bangsa ditentukan oleh kemampuan para pendidiknya untuk mengubah karakter generasi penerusnya ke depan. Tanpa figur pendidik, mungkin bangsa besar seperti Indonesia tidak akan dapat menikmati hasil jerih payah putra-putri nusantara yang sudah mendorong perkembangan tersebut.
Pencapaian Indonesia hingga saat ini tidak terlepas dari peran guru yang telah membimbing anak muridnya menjadi manusia dewasa dan berperan aktif dalam pembangunan Indonesia. Namun, demi melahirkan para "nation builders" Indonesia, hingga saat ini masih banyak guru-guru yang berjuang demi kesejahteraan diri maupun keluarga yang disokongnya.
Apresiasi yang ditujukan kepada mereka juga dinilai masih rendah mengingat betapa penting dan berharganya peran seorang Guru atau Pengajar dalam kehidupan sosial bermasyarakat. "Pemimpin! Guru! Alangkah hebatnya pekerjaan menjadi pemimpin di dalam sekolah, menjadi guru di dalam arti yang spesial, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak! Terutama sekali di zaman kebangkitan! Hari kemudiannya manusia adalah di dalam tangan guru itu, menjadi manusia." Demikian sepenggal kalimat Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno tentang guru yang dikutip dari buku karangannya, Dibawah Bendera Revolusi.
Baca Juga
Guru adalah sebuah profesi yang mulia karena di tangan merekalah masa depan bangsa ini ditentukan. Guru juga dianggap sebagai pahlawan pembangunan, karena di tangan mereka akan lahir pahlawan-pahlawan pembangunan yang kelak mengisi ruang-ruang publik di negeri ini. Guru yang ideal, bukan sekedar guru yang memenuhi syarat-syarat teknik: seperti pintar, pandai, atau pakar di bidang ilmu yang dimiliki; melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai "agent of change."
Disini, tugas guru adalah menumbuhkan keingintahuan anak didik dan mengarahkannya dengan cara yang paling mereka minati. Jika anak didik diberi rasa aman, dihindarkan dari celaan dan cemoohan, berani berekspresi dan bereksplorasi secara leluasa, ia akan tumbuh menjadi insan yang penuh dengan percaya diri dan optimistis. Seorang guru bisa menjadi pahlawan pembangunan yang memiliki jiwa juang, memiliki semangat untuk berkorban, dan menjadi pionir bagi kemajuan masyarakat.
Oleh sebab itu, tugas yang diemban oleh seorang guru tidak ringan, karena guru yang baik tidak hanya memberitahu, menjelaskan atau mendemonstrasikan, tapi juga dapat menginspirasi. Seorang guru harus mampu memandang perubahan jauh ke depan, dengan demikian guru dapat merencanakan apa yang terbaik untuk anak didiknya. Seorang guru juga harus dapat mengemban tugasnya sebagai motivator yang mampu memotivasi anak didiknya agar penuh semangat dan siap menghadapi serta menyongsong perubahan hari esok. Peran seperti inilah yang disebut oleh Presiden Soekarno, sebagai "Guru di dalam arti yang spesial, yakni menjadi pembentuk akal dan jiwa anak-anak."
Kelak jika aku diizinkan berjumpa dengannya maka aku akan mengatakan padanya :
"Ibu... segala hal yang telah kau mulai telah kami purna-kan, segala hal yang telah kau amanatkan telah kami penuhi. Terima kasih untuk segalanya, terima kasih pula untuk ketulusan dan pengabdianmu."
Beri Komentar Tutup comment